Langsung ke konten utama

Harian Fi


Dua hari yang lalu dia duduk disampingku. Menatap ujung langit di bukit Tebu. Ia bentangkan tangannya, lalu menarik nafas.

Aku menatapnya lalu bertanya, “Cinta seperti apa yang kau inginkan dimasa depan?”
Ia diam saja, kurasa dia sedang memikirkan jawabannya. Lalu ia menempelkan tangannya ke telapak tanganku. Matahari hampir tenggelam, ia tak berbicara sedikitpun. Aku suka caranya menjawab pertanyaanku. Tanpa bicara, diam, tapi ia menjawabnya dengan begitu anggun melalui nonverbal. Tatapannya teduh, meneduhkan aku dan hatiku. Diamnya membuatku semakin tergila-gila.

Suatu hari, saat aku berjalan dipasar dengannya, aku bercerita panjang lebar tentang rencanaku membuka butik bersama Nadya. Hampir dua jam aku menceritakan secara detail butik impianku bersama Nadya. Akan kami beri nama apa. Bagaimana kami membangunnya bersama. Ruko mana yang akan kami pakai sebagai butik. Bagaimana konsep interior dan penataannya.

Dan aku berhasil membuatnya tersenyu, senyum terhebat yang pernah kuterima. Seakan ia mengatakan, “Aku bangga padamu, Fi.” Padahal ia hanya menatapku, lalu menggenggam tanganku semakin erat. Belakangan, aku tahu bahwa ia sibuk bolak-balik berkumpul bersama rekannya membahas bisnis baru. Bisnis baru, butik yang aku bicarakan padanya. 

Lalu apa jawabnya, “Biarkan aku bisa memberimu advice saat kamu membutuhkannya.” Tak ada yang bisa lagi aku perbuat selain semakin mencintainya.

Di Bukit Tebu, aku menceritakan bagaimana aku ingin hidup dimasa depan. Aku menginginkan hidup di kota yang tak begitu ramai. Menempati sebuah rumah tak begitu besar cukup untuk dua anak laki-laki dan satu perempuan. Menikmati masa-masa usia baya berdua dengan bisnis yang stabil. Ia memiliki banyak bisnis, sedangkan aku menggarap bisnis butik. Saat ia bangun tidur dan bersiap-siap pergi, aku sudah menyiapkan sarapan untuknya. Sarapan yang kubuat sendiri. Indahnya masadepanku.

Aku berharap, ia menceritakan sedikit apa yang diinginkannya dimasa depan nanti. “Kamulah masadepanku.” Ucapnya sebelum aku mengakhiri ceritaku. Ia selalu bisa membuatku speechless. Tapi aku tenang. Semakin tenang ketika mendengar ia mengulangi kalimat itu.

Sekarang, aku tahu apa arti kalimat “Kamulah masadepanku!” yang membuatku teduh saat melihatnya. Akhirnya ia mengatakan “Will you marry me?” setelah kalimat itu.

“Ya, I will!” jawabku.


Sayangnya, aku menyesali jawaban itu. Hari ini, ia resmi bercerai dengan istrinya di pengadilan agama.

Pening, dikepalaku hanya terpikir, lelaki yang begitu teduh, lelaki masadepanku menceraikan istrinya untuk menikahiku.


Dihari yang lain, tak kusangka wanita yang sedang duduk di pengadilan itu adalah aku. Menghadapi perceraian dengan lelaki teduh, lelaki masadepanku.

Nima

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Melahirkan

  Anindita Nadine Hafa. Dihadapkan pada situasi harus memilih melahirkan dengan metode SC atau induksi karena berat badan bayi di USG 3,2 di minggu 39. Prediksi di minggu 40 adalah 3,5. Sungguh besar untuk anak pertama. Sedangkan aku ingin melahirkan dengan normal. Selama ini berusaha agar bisa melahirkan dengan normal karena khawatir tidak bisa menjaga anak dengan kondisi pasca SC, mengingat aku harus merawat anak sendiri tanpa bantuan orang tua maupun baby sitter (belum punya). Namun, sejak masuk usia kandungan 9 bulan gak bisa jalan karena kaki kiri sakit. Tidak bisa jalan selama satu bulan, untung diijinkan WFH. Karena ada kondisi tersebut, kakak-kakak ipar merekomendasikan SC. Selama beberapa hari kepikiran, hari Senin berencana induksi jika tidak terjadi kontraksi. Sabtu malam, sembari nunggu Bayu pulang praktek di rumah mama mertua, kakak ipar merekomendasikan SC Eracs ala artis yg katanya painless dan cepat pulih. Sampai kakak ipar cek ke dokter di RS Siloam apakah bisa provide

Permainan

Sebenernya aku mendengar, tapi aku pura-pura. Hingga aku dipanggil dan oranglain mengulangi ucapanmu. Memastikan, benar kamu yang mengatakan. Aku menatapmu sambil tertawa. Seperti biasa. Sungguh, aku tak bisa berkata-kata. Aku hanya bisa pura-pura dan berpaling. Sejak tau bahwa kamu mulai berani bermain. Permainan yang tak bisa kuhindari. Yang harus aku hadapi. Tanpa tau siapa yang akan menang. Jika keduanya, semoga bahagia. Pojok Lt.2 Kantor, 14/03/19

WASIAT

Disela waktu mengerjakan skripsi begini , saya ingat beberapa tugas semester-semester muda dulu. Entah kenapa tugas-tugas dulu itu selalu asik apalagi tugas kerja kelompok. Bagaimanapun juga, sesulit-sulitnya tugas jaman dulu, menurut saya lebih menyenangkan daripada hanya mengerjakan tugas didepan laptop, dengan buku disamping kanan kiri, atau diperpus, dengan jumlah buku lebih banyak dikanan kiri saya, tanpa teman ngobrol, tanpa menggunakan skill lain kecuali ngetik. Its truly, definitely membosankan guys! Makanya saya sampai sempet nulis begini diwaktu merevisi BAB I dan II. Dan inilah beberapa tugas yang menurut saya tugas tugas yang menyenangkan dan justru materi kuliah bisa saya ingat sampai detik ini karena tugasnya seperti ini, membuat video! Video ini dibuat saat kuliah Communication cross culture. Gitulah, gayanya mata kuliah bahasa enggres dan kelasnya kelas enggres, dosennyapun lulusan Eropa, sayangnya selesai semester dua kuliah berbahasa Indonesia :D Video pertam