Langsung ke konten utama

Wedding Invitation



Sejak akhir tahun lalu, undangan pernikahan sering datang. Beberapa jam yang lalu undangan pernikahan muncul lagi. Berkali-kali, undangan pernikahan selalu mirip kontennya. Tapi yang selalu menarik perhatian saya adalah gelar pengantin maupun gelar kedua orang tua pengantin. Sebenarnya hal ini sangat wajar meskipun bukan hal yang sepele. Tapi hal yang wajar ini cukup membuat saya terpukul.

 
Bagaimana tidak, jangankan gelar, ibu saya saja tidak lulus PGA. Saya sendiri saja gak ngerti PGA itu sekolah macam apa. Bahkan syarat lulus hanya membayar seratus rupiah untuk ujian akhir, Ibu memilih untuk tidak lulus. Meskipun itu bukan pilihan. Apalagi Bapak. Beliau bahkan tidak lulus SR (Sekolah Rakyat). Padahal saya yakin, jika bapak saya bisa sekolah lebih tinggi, kecerdasan beliau akan sangat tampak dibanding 5 saudara beliau. Beruntung saja saya dan kakak saya bisa sampai di bangku kuliah dengan jurusan yang hampir mirip. Lebih beruntung lagi, saya bisa merantau sampai Malang. Saya murni keberuntungan, tapi kakak saya bisa kuliah karena memang lebih giat dan pandai pengetahuan alamnya. Mendapat beasiswa di PTN apalagi di Brawijaya yang sekarang mihilnya ga ketulungan memang menjadi berkah tersendiri untuk keluarga.

Selama hampir empat tahun saya merantau di Malang, kondisi ekonomi keluarga yang dulunya serba kekurangan sekarang menjadi lebih. Lebih dalam artian, bisa membeli kebutuhan sekunder. Bayangkan saja, untuk jajan saat duduk di bangku SMA saja saya harus mengandalkan dua tangan dan dua kaki. Jangan heran, kalau sebenarnya saya bisa mengangkat barang2 yang tak biasa diangkat  wanita lain. Sekarang duit mengalir tanpa dua tangan dan dua kaki, hanya butuh otak yang bekerja lebih keras.

Awalnya hanya menanyakan kapan lulus. Paska menanyakan kelulusan, yang ditanyakan sama, kapan menikah. Apalagi kalau ditanyai bagaimana tentang si “A” atau si “B”. Wajar sih, karena memang banyak yang menikah setelah lulus kuliah. Kadang, saya jadi kecil hati dan minder. Kenapa? Saya berpikir, dijaman bodoh yang serba gengsi seperti saat ini ada ya yang bisa menerima kondisi saya dan keluarga saya? Hakikatnya, menikah bukan hanya menyatukan dua anak adam tetapi menyatukan dua keluarga besar. Kadang, saya jadi malas ketika ditanya teman-teman “lho, kamu suka sama si “A” yaa?” bagi saya ini bukan pertanyaan, tapi memojokkan. Kalaupun iya, saya lebih baik menjawab tidak. Faktanya memang belum ada -__-“

Dalam konteks jaman bodoh yang serba gengsi, Saya merasa bahwa saya bukanlah manusia yang pantas untuk ditanyai hal semacam jodoh, pasangan, bahkan pernikahan. Yang pantas ditanyakan kepada manusia semacam saya adalah, “Dapet duit berapa hari ini?”. Mungkin kalian yang sudah lulus atau bahkan belum lulus sudah siap menikah dengan jodoh masing-masing. Mungkin uang untuk pernikahan yang menurut saya sakral ini mengalir dengan mudah bagi kalian. Kalaupun tidak cukup, ada dua orang tua dengan gelar sederet yang mampu menopang kekurangannya.

Saya hanya punya dua tangan untuk meraih dan dua kaki untuk melangkah. Saya tak punya orang tua yang bisa diandalkan secara materi. Untungnya, keduanya selalu punya doa untuk saya. Meskipun saya tahu, saya bukanlah anak emas, saya hanyalah anak bandel dibandingkan 6 sodara yang lain, tapi dibalik diamnya Ibu, beliau pernah menangisi keberangkatan saya merantau (kata kakak Ipar).

Hidup memang tidak adil. Saat semua bisa berbangga dengan harta dan tahta serta gelarnya. Tapi, kebahagian bukan diukur dari materi. Merasakan perjuangan diawal kehidupan. Biarlah orang tua saya tanpa gelar, biarlah saya tidak dibayang-bayangi gelar sarjana. Satu saja yang tidak ingin saya dengar adalah, perkataan buruk kepada Ibu Bapak dari orang lain.

Bagi saya, cukup dengan dua tangan, dua kaki, otak, dan doa kedua orang tua saya untuk menakhlukkan dunia bodoh ini.

--> Curhat gegara nerima undangan pernikahan yang sok waw -.-"
Semoga menikahnya, rumahtangganya dan lain sebagainya tidak diliputi gengsi dan sok sok an. Semoga yang menikah SMR. Cuma mau mengingatkan bahwa menikah itu hal yang sakral.

Komentar

  1. (_ _) enth mengapa hmpir semua org selalu bertanya tntang gelar dan status sosial, apa ini karena gengsi dan ego yang terpatri tntang gelar dan status sosial,,,sungguh ironi memang,,,
    semangat teman,,tuhan psti punya seseorng untukmu yng tak memndang dari gelar dan status sosial,,tp dari hati, perbuatan dan kerjakerasmu :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Silakan berkomentar disini :)

Postingan populer dari blog ini

Catatan Melahirkan

  Anindita Nadine Hafa. Dihadapkan pada situasi harus memilih melahirkan dengan metode SC atau induksi karena berat badan bayi di USG 3,2 di minggu 39. Prediksi di minggu 40 adalah 3,5. Sungguh besar untuk anak pertama. Sedangkan aku ingin melahirkan dengan normal. Selama ini berusaha agar bisa melahirkan dengan normal karena khawatir tidak bisa menjaga anak dengan kondisi pasca SC, mengingat aku harus merawat anak sendiri tanpa bantuan orang tua maupun baby sitter (belum punya). Namun, sejak masuk usia kandungan 9 bulan gak bisa jalan karena kaki kiri sakit. Tidak bisa jalan selama satu bulan, untung diijinkan WFH. Karena ada kondisi tersebut, kakak-kakak ipar merekomendasikan SC. Selama beberapa hari kepikiran, hari Senin berencana induksi jika tidak terjadi kontraksi. Sabtu malam, sembari nunggu Bayu pulang praktek di rumah mama mertua, kakak ipar merekomendasikan SC Eracs ala artis yg katanya painless dan cepat pulih. Sampai kakak ipar cek ke dokter di RS Siloam apakah bisa provide

Permainan

Sebenernya aku mendengar, tapi aku pura-pura. Hingga aku dipanggil dan oranglain mengulangi ucapanmu. Memastikan, benar kamu yang mengatakan. Aku menatapmu sambil tertawa. Seperti biasa. Sungguh, aku tak bisa berkata-kata. Aku hanya bisa pura-pura dan berpaling. Sejak tau bahwa kamu mulai berani bermain. Permainan yang tak bisa kuhindari. Yang harus aku hadapi. Tanpa tau siapa yang akan menang. Jika keduanya, semoga bahagia. Pojok Lt.2 Kantor, 14/03/19

WASIAT

Disela waktu mengerjakan skripsi begini , saya ingat beberapa tugas semester-semester muda dulu. Entah kenapa tugas-tugas dulu itu selalu asik apalagi tugas kerja kelompok. Bagaimanapun juga, sesulit-sulitnya tugas jaman dulu, menurut saya lebih menyenangkan daripada hanya mengerjakan tugas didepan laptop, dengan buku disamping kanan kiri, atau diperpus, dengan jumlah buku lebih banyak dikanan kiri saya, tanpa teman ngobrol, tanpa menggunakan skill lain kecuali ngetik. Its truly, definitely membosankan guys! Makanya saya sampai sempet nulis begini diwaktu merevisi BAB I dan II. Dan inilah beberapa tugas yang menurut saya tugas tugas yang menyenangkan dan justru materi kuliah bisa saya ingat sampai detik ini karena tugasnya seperti ini, membuat video! Video ini dibuat saat kuliah Communication cross culture. Gitulah, gayanya mata kuliah bahasa enggres dan kelasnya kelas enggres, dosennyapun lulusan Eropa, sayangnya selesai semester dua kuliah berbahasa Indonesia :D Video pertam