CYYIIIIITTTT….BRAAKK!!!
Gelapnya jalan menutupi semua arah
jalan yang harus kutempuh. Aku harus cepat dan mempersiapkan segalanya, make up
ku, gaun ku yang sudah disiapkan mama beberapa bulan yang lalu, dan yang paling
penting… biolaku. Aku harus memainkannya sebelum pementasanku di mulai. Kucium
biolaku sambil berlari. Hari ini, tepat malam ini jam 9 ini, semua mimpiku akan
terwujud. Keinginan Mama yang sudah lama terpendam dan kini ia bisa
menyaksikan, konser putrinya ini. Aku akan mencatat semua kejadian hari ini,
hari bersejarah yang akan membawaku ke mimpi dan cita-citaku sejak kecil.
Ah, ini dia! Julian Music School.
Sekolah kebanggaan yang akhirnya membuatku menggapai cita-citaku yang malam ini
akan mulai kuinjak tangganya, Hall room Julian School. Ternyata sudah di mulai,
aku segera berlari menuju belakang Hall room untuk mempersiapkan makeup ku.
Jantungku semakin derdetak kencang setelah memasuki halaman depan sekolah.
Sungguh, aku bisa merakan getaran-getaran nada biola di telingaku, semua note
note music c minor yang aku buat, membuatku seolah malaikat benar-benar
menyambut kedatangnku malam ini. Sungguh indah.
Aku masuk ke ruang ganti dan
melihat gaunku yang sudah siap terpasang di sana. Lalu aku berlari ke ruang
makeup, ternyata mereka semua sudah siap, Fara dan Ove teman-teman satu
kelasku. Tapi…
“Apa yang terjadi?” tanyaku. Tak
ada yang menyahut.
Aku sama sekali tak melihat
kebahagiaan dan kebanggaan di mata mereka seperti kemarin saat latihan. Mereka
diam, memaku duduk di meja rias tanpa ada pembicaraan. Tak boleh ada satupun
yang bersedih hari ini.
“Hei hei kalian kenapa?”
“Hiks…” Fara mengelap airmatanya
dan mendekati Ove. “Hiks… Gak mungkin ini terjadi, gak mungkin.” Suara tangis
Fara semakin mengeras.
Terlihat Ove Manahan tangsinya, ia
memeluk Fara, “mungkin ini memang sudah jalannya.”
“Fara, Ove kalian kenapa?”
“Aku bahkan masih bisa merasakan
Angela disini.” Fara menjerit.
“Fara… aku memang disini, kalian
kenapa, hei!” suaraku sedikit mengeras, dadaku bergetar mendengar kalimat Fara
barusan. Entah kenapa tiba-tiba aku takut.
“apalagi yang bisa kita lakukan
tanpanya? Kita tak bisa main. Hiks…aku gak percaya.”
Tangis Ove benar-benar tak
terbendung lagi. Ia menagis. “Angela belum meninggal, ia pasti akan datang
melihat kita.”
Sebuah kilatan menghancurkan hatiku, aku benar-benar
ketakutan.
bersambung...
Komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar disini :)