Langsung ke konten utama

Diskusi Ibu dan Anak

The toughest moment of being daughter. Having to explain to Mom what kind of man I need to lead me to jannah.
Bagi sebagian orang (termasuk saya) pernikahan Laudya Chintya Bella dan Engku Emran sangat menyentuh, bikin baper, dan inspiratif. Kenapa inspiratif? Krn setelah melihat dan membaca ceritanya di socmed jadi pengen ikutan wkwkwk...
Tapi sesungguhnya, proses dan caranya beneran menginspirasi saya juga sih. Akhirnya, saya pulang ke rumah hari Sabtu sore dan kembali ke Jakarta hari Senin pagi untuk berdiskusi dengan Ibu. Ya, hanya Ibu.

Ada satu perbedaan prinsip antara saya dengan Ibu dalam menentukan pasangan. Sebagai anak yang cukup konservatif, saya menyadari bahwa ridho orang tua adalah ridho Allah. Inilah yang membuat saya memutuskan untuk berusaha menyamakan atau paling tidak menemukan satu kesepakatan. Hampir satu tahun berdiskusi dan sampai hari ini saya belum menemukan akar masalah penyebab perbedaan. Sesusah itu memahami orang tua. Sesulit itu.

Hingga terakhir diskusi weekend lalu, hasilnya adalah belum berhasil, sedikit lagi!
Tahap selanjutnya, saya harus meningkatkan level diskusi ini. Sesama wanita labil dan punya pendirian kuat (ini bukannya kontras ya?), kami berdua punya jalan dan cara masing-masing untuk saling mempengaruhi dan menang dengan caranya.

Tapi kali ini saya tidak ingin menang, saya ingin Ibu yang menang. Tetapi beliau harus memahami saya sebagai anak jaman sekarang bukan anak jaman dulu yang mengikuti langkah, cara dan pemikiran jadul. Anak jaman sekarang yang diijinkan kuliah dan memiliki teman tak terbatas waktu dan tempat (contohnya kenal doraemon dari abad 22).

Saya yakin, orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Oleh karena itu, saya masih berusaha (entah sampai kapan) meyakinkan orang tua bahwa kita sama-sama tidak pernah tau dari mana datangnya yang terbaik, makanya buka semua kesempatan untuk mendapatkan yang terbaik.
Wish me luck!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan Keluar Itu Sederhana

Ketika kemarin dan beberapa hari lalu saya terbelit masalah gak penting dan beberapa kali membuat napas saya sentik sentik (susah dijelaskan dengan kata kata, dan intinya saya gak bisa menjelaskan betapa terpuruknya saya kemarin-kemarin) seperti yang saya posting kemarin di PURUK . Dosen saya pernah mengatakan bahwa Komunikasi lah yang mampu menyelesaikan masalah, tetapi Komunikasi juga yang menyebabkan masalah. Bukannya mentang-mentang saya mahasiswa ilmu komunikasi, saya mahasiswa ilmu komunikasi saja mengalami gagal komunikasi, apalagi yang mahasiswa teknik -____-

Catatan Melahirkan

  Anindita Nadine Hafa. Dihadapkan pada situasi harus memilih melahirkan dengan metode SC atau induksi karena berat badan bayi di USG 3,2 di minggu 39. Prediksi di minggu 40 adalah 3,5. Sungguh besar untuk anak pertama. Sedangkan aku ingin melahirkan dengan normal. Selama ini berusaha agar bisa melahirkan dengan normal karena khawatir tidak bisa menjaga anak dengan kondisi pasca SC, mengingat aku harus merawat anak sendiri tanpa bantuan orang tua maupun baby sitter (belum punya). Namun, sejak masuk usia kandungan 9 bulan gak bisa jalan karena kaki kiri sakit. Tidak bisa jalan selama satu bulan, untung diijinkan WFH. Karena ada kondisi tersebut, kakak-kakak ipar merekomendasikan SC. Selama beberapa hari kepikiran, hari Senin berencana induksi jika tidak terjadi kontraksi. Sabtu malam, sembari nunggu Bayu pulang praktek di rumah mama mertua, kakak ipar merekomendasikan SC Eracs ala artis yg katanya painless dan cepat pulih. Sampai kakak ipar cek ke dokter di RS Siloam apakah bisa pro...

Apakah rasanya akan tetap sama?

 Setelah apa yang aku lalui beberapa bulan belakangan, aku benar-benar sudah memaafakan. Apakah perasaanku tetap sama? Sampai detik ini, aku baru menyadari bahwa perasaanku tidak sama. Aku masih tidak bisa memasrahkan kembali semua hidupku ditangannya.  Aku baru menyadari tadi pagi saat perjalanan naik ojek ke kantor, 25 Agustus 2025. Lagi-lagi aku teringat bahwa yang aku punya hanya Allah dan anakku. Aku ingin kembali seperti sedia kala, tapi ternyata aku masih takut. Aku takut runtuh, tapi aku juga khawatir. Pasrah pada Allah, aku percaya apapun dan bagaimanapun jalan yang Ia tentukan adalah yang terbaik.