Langsung ke konten utama

Keluar dari Zona Nyaman

Genap 5 pekan saya meninggalkan Jakarta dan tinggal di Pulau Sumatera. Tepat sebulan setelah pindah, saya punya kesempatan kembali ke Jakarta karena tugas dadakan. “Akhirnya bisa pulang.” dalam hati sambil bersyukur.
“Sebulan disana, terasa sebentar atau lama, Nima?” tanya Pak E saat makan malam setelah akhirmya bisa nginep.
“Lama Pak E.”
“.... (lagi ambil tissue) kata orang, biasanya kalau terasa sebentar karena merasa enjoy. Ini kok kamu terasa lama.”
“Masih belum betah Pak E. Soalnya Nima ga punya temen.”


7 bulan di Jakarta, bisa dikatakan masih belum betah juga karena belum bisa move on dari Malang. Tapi ibukota menyediakan banyak hal yang bisa menjadi secondary option. Apalagi, banyak temen disana sini yang membuat waktu libur sabtu minggu berasa kurang banyak.

Terbiasa dimudahkan dengan akses di Pulau Jawa apalagi di Jkt, satu minggu di Palembang mulai merasakan penderitaan dan kesusahan bertahan hidup terutama soal makan. Menyoal makanan, saya hanya punya dua pilihan makanan, nasi padang atau jajanan indomaret. Beruntunglah, di Minggu kedua langsung memberanikan diri memutuskan pindah kosan di kota (sebelumnya jauh dari kota). Minggu ketiganya, kena tipes (lagi), mau dikata apa, pemakan sayur-mayur tempe tahu hanya menemukan nasi uduk, pempek, tekwan dan model untuk sarapan -bukan golongan makanan sehat menurut Nima wkwk-. Minggu ke empat, mulai lebih pintar menjaga diri dengan membeli perlengkapan masak, dan masak sejadi-jadinya yang penting makan teratur bersayur.

Paling tidak, pindah di pusat kota lebih aman daripada kosan sebelumnya. Hiburan banyak, pilihan juga lebih banyak, akses lebih mudah, tapi Palembang tetap tak menggiurkan. Hanya karena tak punya teman sebanyak sebelumnya. Apalagi kehilangan Asri Gita di bulan Agustus bikin sedikit kecewa, apaboleh buat. Having fun will be no more fun when come alone, right? Saya setuju dengan “tidak enjoy” yang disebutkan Pak E. Dengan segala fasilitas yang saya dapatkan di Palembang tetapi tidak saya dapatkan di Jkt, secara teori seharusnya bisa lebih enjoy!


Terbiasa punya temen banyak ternyata bisa jadi masalah kalau pas lagi ga punya temen tapi pengen nonton bareng dan makan malam bareng! Teman yang sudah dikenal lebih dulu tak selalu bisa diandalkan! Demi menikmati masa muda dan merasa lebih enjoy di kota wong kito galo, harus keluar dari zona nyaman! Cukup bikin satu dua tendangan baru agar 7 bulan tak terasa lebih dari 7 bulan, agar 7 bulan terasa 7 bulan yang mengesankan dan enjoy menjalaninya!

Make some friends, and share the happiness!

Kalau jaman kuliah, baru masuk temen baru bisa langsung 40 orang. Mungkin kali ini tak akan secepat itu. Banyak ide untuk mencari teman baru! Mungkin misi kali ini tak akan semudah saat kuliah dulu, tapi tetap bisa diselesaikan! Beberapa cara yang sama mungkin masih bisa diterapkan, tapi cara baru sepertinya lebih menantang! Satu telah tereksekusi dengan wajah polos dan berjalan mulus. Sisanya, harus tereksekusi dengan lebih manis.

Selamat berakhir pekan~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan Keluar Itu Sederhana

Ketika kemarin dan beberapa hari lalu saya terbelit masalah gak penting dan beberapa kali membuat napas saya sentik sentik (susah dijelaskan dengan kata kata, dan intinya saya gak bisa menjelaskan betapa terpuruknya saya kemarin-kemarin) seperti yang saya posting kemarin di PURUK . Dosen saya pernah mengatakan bahwa Komunikasi lah yang mampu menyelesaikan masalah, tetapi Komunikasi juga yang menyebabkan masalah. Bukannya mentang-mentang saya mahasiswa ilmu komunikasi, saya mahasiswa ilmu komunikasi saja mengalami gagal komunikasi, apalagi yang mahasiswa teknik -____-

PURUK

Sampai saat ini saya hanya bisa meraba-raba. Meraba-raba bahwa sebenarnya saya adalah korban. Saya adalah korban bagi saya dan dua teman saya. Dua teman saya saja dan sisanya tidak. Sisanya tidak karena mereka menganggap saya bukan korban. Bukan korban melainkan tersangka. Tersangka yang menghancurkan strategi. Strategi pemenangan pemilwa. Pemilwa busuk yang terjadi di kampus. Kampus yang penuh prejudice . Prejudice yang mengatakan bahwa saya adalah sebuah penghalang. Sebuah penghalang yang keras. Keras dan batu. Batu yang belum bisa dihancurkan. Belum bisa dihancurkan saat ini. Saat ini mereka mengibarkan bendera perang. Bendera perang melawan saya. Saya yang tahu bahwa saya sangat benci dengan politik. Politik yang membuat saya memiliki banyak musuh. Banyak musuh dan kehilangan teman. Teman yang menganggap saya benci politik karena teman pemilwa tahun lalu. Tahun lalu, tahun keterpurukan. Puruk yang membuat saya takut. Saya takut kehilangan teman. Teman-teman yang saat ini menduku...

Catatan Melahirkan

  Anindita Nadine Hafa. Dihadapkan pada situasi harus memilih melahirkan dengan metode SC atau induksi karena berat badan bayi di USG 3,2 di minggu 39. Prediksi di minggu 40 adalah 3,5. Sungguh besar untuk anak pertama. Sedangkan aku ingin melahirkan dengan normal. Selama ini berusaha agar bisa melahirkan dengan normal karena khawatir tidak bisa menjaga anak dengan kondisi pasca SC, mengingat aku harus merawat anak sendiri tanpa bantuan orang tua maupun baby sitter (belum punya). Namun, sejak masuk usia kandungan 9 bulan gak bisa jalan karena kaki kiri sakit. Tidak bisa jalan selama satu bulan, untung diijinkan WFH. Karena ada kondisi tersebut, kakak-kakak ipar merekomendasikan SC. Selama beberapa hari kepikiran, hari Senin berencana induksi jika tidak terjadi kontraksi. Sabtu malam, sembari nunggu Bayu pulang praktek di rumah mama mertua, kakak ipar merekomendasikan SC Eracs ala artis yg katanya painless dan cepat pulih. Sampai kakak ipar cek ke dokter di RS Siloam apakah bisa pro...