Sudah lama sekali saya bahasan tentang pengemis tak lagi. Dulu, bahasan pengemis adalah antara memberi pengemis atau tak memberi pengemis recehan seribu atau limaratus. Mengapa harus dibahas, karena dengan memberi pengemis, maka moral meminta akan terbentuk di masyarakat. ini kaitannya dengan moral, kedua, munculnya isu dari Bandung yang mengungkapkan bahwa pengemis jalanan dikota tersebut memiliki penghasilan lebih dari 9 juta perbulan hanya melalui mengemis di rambu lalu lintas. Isu ini muncul ketika Ridwan Kamil walikota Bandung menawarkan pekerjaan kepada pengemis di kota Bandung untuk menjadi petugas kebersihan (kalau saya tidak salah karena lupa). Tetapi apa jawaban dari para pengemis ini? justru mereka menantang Ridwan Kamil bila walikota Bandung ini mau memberikan gaji lebih dari 9 juta, sesuai asumsi perolehan hasil mengemis.
Munculnya dua isu ini akhirnya mengundang perdebatan, apakah dengan asumsi uang hasil mengemis yang melebihi gaji guru PNS ini masih harus dibelas kasihi dan berhak menerima gopek atau seceng dari kantung kita?
Barusan, pas adzan magrib tadi kebetulan saya sedang jalan di daerah Pasar Besar. Sepanjang trotoar depan ruko besar ini banyak pedagang kaki lima. Meskipun minus, mata saya sangat sensitif bila ada kucing karena saya sangat senang melihat kucing. Di trotoar, saya menemukan kucing sedang makan nasi bungkus dibawah pohon. Disampingnya, saya melihat seorang wanita berbaju putih polos dengan hijab gelap memberikan nasi bungkus itu. Wanita itu adalah seorang pengemis pasar besar.
Saya mengelus dada, selama ini, kalau melihat kucing dipinggirjalan meskipun tahu kalau kucing itu kelaparan, hanya saya lihat. Coba lihat, ini seorang pengemis yang mungkin tak bisa menikmati hidupnya seperti saya menikmati hidup. Mungkin uang dan rejekinya tak selancar saya menerima rejeki melalui beasiswa dan teman-teman baik. Dengan keterbatasan yang saya lihat pada seorang pengemis, ternyata justru ia bisa berbuat hal-hal yang sangat mulia dibandingkan saya yang dipandang orang mungkin lebih intelegen dengan status mahasiswanya.
Ada sebuah kisah dimana ada seorang pelacur yang hanya dengan memberi minum seekor anjing justru masuk surga, siapa sangka?
Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasulullah SAW berabda, “Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat di depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, “Anjing ini hampir mati kehausan”. Lalu dilepasnya sepatunya lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum. (HR Bukhari)
Menurut saya, moral para pengemis dengan meminta ini, diluar pengetahuan berapapun hasilnya perbulan (dalam opini saya, tak mungkin asumsi seperti itu bisa digeneralisasikan pada semua pengemis di Kota bandung maupun kota lain) mereka lebih baik dengan jujur meminta uang orang didepan umum (terbuka) daripada mental koruptor. Apalagi, dua karakter ini sangat mainstream, korupsi identik dengan intelek sedang meminta-minta identik dengan pengemis.
maka, saya rasa, bukan masalah seberapa tinggi seseorang berpendidikan menentukan masuk surga. Tujuan utama kita, tentusaja Surga, iyakan?
lagi lagi opini saya, jujur, lebih memilih memberi uang 500 atau 1000 rupiah untuk mereka, yah seberharganya uang 1000 buat anak kosan, mungkin ini bisa lebih berarti buat mereka. lagipula, bulan depan saya insyaAllah dapat lagi (ini upaya positif thinking). Barangkali, masih banyak pengemis yang punya sedikit uang tetapi mau berbagi dengan kucing jalanan.
Satulagi yang menjadi inspirasi saya sore ini, asumsi saya penghasilan pengemis lebih sedikit dari beasiswa bulanan saya, dia bisa berbuat mulia, jujur sejujur jujurnya, saya gengsi, sayairi, dan saya sakit hati, dan marah pada diri saya sendiri kenapa saya belum melakukan hal-hal mulia seperti itu.
Semoga, tulisan ini bisa mengingatkan saya dan kalian saat saya tua nanti agar selalu berbuat baik.
Munculnya dua isu ini akhirnya mengundang perdebatan, apakah dengan asumsi uang hasil mengemis yang melebihi gaji guru PNS ini masih harus dibelas kasihi dan berhak menerima gopek atau seceng dari kantung kita?
Barusan, pas adzan magrib tadi kebetulan saya sedang jalan di daerah Pasar Besar. Sepanjang trotoar depan ruko besar ini banyak pedagang kaki lima. Meskipun minus, mata saya sangat sensitif bila ada kucing karena saya sangat senang melihat kucing. Di trotoar, saya menemukan kucing sedang makan nasi bungkus dibawah pohon. Disampingnya, saya melihat seorang wanita berbaju putih polos dengan hijab gelap memberikan nasi bungkus itu. Wanita itu adalah seorang pengemis pasar besar.
Saya mengelus dada, selama ini, kalau melihat kucing dipinggirjalan meskipun tahu kalau kucing itu kelaparan, hanya saya lihat. Coba lihat, ini seorang pengemis yang mungkin tak bisa menikmati hidupnya seperti saya menikmati hidup. Mungkin uang dan rejekinya tak selancar saya menerima rejeki melalui beasiswa dan teman-teman baik. Dengan keterbatasan yang saya lihat pada seorang pengemis, ternyata justru ia bisa berbuat hal-hal yang sangat mulia dibandingkan saya yang dipandang orang mungkin lebih intelegen dengan status mahasiswanya.
Ada sebuah kisah dimana ada seorang pelacur yang hanya dengan memberi minum seekor anjing justru masuk surga, siapa sangka?
Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasulullah SAW berabda, “Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat di depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, “Anjing ini hampir mati kehausan”. Lalu dilepasnya sepatunya lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum. (HR Bukhari)
Menurut saya, moral para pengemis dengan meminta ini, diluar pengetahuan berapapun hasilnya perbulan (dalam opini saya, tak mungkin asumsi seperti itu bisa digeneralisasikan pada semua pengemis di Kota bandung maupun kota lain) mereka lebih baik dengan jujur meminta uang orang didepan umum (terbuka) daripada mental koruptor. Apalagi, dua karakter ini sangat mainstream, korupsi identik dengan intelek sedang meminta-minta identik dengan pengemis.
maka, saya rasa, bukan masalah seberapa tinggi seseorang berpendidikan menentukan masuk surga. Tujuan utama kita, tentusaja Surga, iyakan?
lagi lagi opini saya, jujur, lebih memilih memberi uang 500 atau 1000 rupiah untuk mereka, yah seberharganya uang 1000 buat anak kosan, mungkin ini bisa lebih berarti buat mereka. lagipula, bulan depan saya insyaAllah dapat lagi (ini upaya positif thinking). Barangkali, masih banyak pengemis yang punya sedikit uang tetapi mau berbagi dengan kucing jalanan.
Satulagi yang menjadi inspirasi saya sore ini, asumsi saya penghasilan pengemis lebih sedikit dari beasiswa bulanan saya, dia bisa berbuat mulia, jujur sejujur jujurnya, saya gengsi, sayairi, dan saya sakit hati, dan marah pada diri saya sendiri kenapa saya belum melakukan hal-hal mulia seperti itu.
Semoga, tulisan ini bisa mengingatkan saya dan kalian saat saya tua nanti agar selalu berbuat baik.
kalau bisa ya jangan jadi pengemis ya mbak. soalnya kan malu kalau dilihat tetangga ^^
BalasHapus