Kemajuan
teknologi yang ditandai dengan cepatnya informasi tersebar mendorong masyarakat
untuk hidup lebih modern. Pada dasarnya, teknologi diciptakan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan mempermudah aktivitas manusia menjadi lebih
efektif dan efisien. Perkembangan dan kemajuan yang terjadi inipun menjadi
sangat pesat terutama teknologi informasi. Bahkan saat ini kemajuan teknologi informasi
sudah tidak bisa dibatasi oleh daerah atau wilayah bahkan yang dibatasi oleh
laut sekalipun. Selain informasi melalui surat kabar, teknologi informasi yang
berkembang di masyarakat dan sangat dinikmati adalah televis dan radio melalui
satelit.
Salah
satu kemajuan teknologi informasi yang sudah menjadi kebutuhan manusia saat ini
adalah internet. Internet memberikan berbagai kemudahan dalam banyak aspek
kehidupan manusia karena telah mengubah jarak dan waktu menjadi tanpa batas. dengan
biaya tinggi. Sementara bagi masyarakat pendidikan, internet merupakan
perpustakaan dunia yang paling lengkap dan sebagai upaya pengembangan
pendidikan. Bahkan sekarang, semua media seperti media cetak dan media
elektronik seperti radio dan televisi sudah melebur menjadi satu.
Kemudahan-kemudahan
ini merupakan sisi positif dari penggunaan dan pemanfaatan internet. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua aktivitas di internet selalu bermuatan
positif, tetapi internet juga memiliki sisi negatif, yaitu dimanfaatkan sebagai
media untuk melakukan berbagai bentuk kejahatan. Perkembangan teknologi
senantiasa membawa dampak baik secara langsung maupun tidak langsung, baik
dalam artian positif maupun negatif dan akan sangat berpengaruh terhadap setiap
sikap tindak dan sikap mental setiap anggota masyarakat. Teknologi dikenal
berwajah ganda, disatu sisi memberikan manfaat yang besar bagi manusia dan
sebagai pertanda kemajuan masyarakat, namun di sisi lain juga dapat memberikan
kemudahan bahkan memperluas tindak kejahatan secara global. Salah satu dampak
negatifnya adalah media digunakan sebagai ajang pornografi.
Gambar download disini
Salah
satu bentuk kriminal yang menjadi sorotan pemerintah saat ini adalah
pornografi. Istilah pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu pornographia,
yang secara harfiah diartikan sebagai tulisan atau penggambaran tentang pelacur
atau tubuh manusia dan perilaku seksual manusia dengan tujuan untuk
membangkitkan rangsangan seksual. Secara Etimologi, pornografi berasal dari dua
suku kata, yakni pornos dan grafi. Pornos artinya suatu
perbuatan yang asusila (berkaitan dengan seksual), sedangkan grafi
adalah gambar atau tulisan yang isi atau artinya menunjukkan atau menggambarkan
sesuatu yang bersifat asusila atau menyerang rasa kesusilaan masyarakat.[1]
Sedangkan dalam
kamus oxford, pornography adalah printed
or visual material intended to stimulate sexual excitement. Apabila
diterjemahkan pornografi berarti materi cetak maupun materi visual yang berniat
untuk merangsang seksual.
Pornografi telah
tersebar dimana-mana melalui komik, majalah, Koran, poster, televisi, radio,
video, sinetron, situs internet, dan lain-lain. Pornografi sendiri selalu
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi mulai dari adanya media cetak
hingga sekarang di internet yang disebut sebagai new media.
Pornografi
dianggap melanggar karena dinilai bertentangan dengan etika dan kesusilaan
masyarakat. Selain itu, pornografi juga dianggap sebagai delik atau tindakan
criminal karena melanggar undang-undang yang ada. Dalam
KUHP, pornografi diatur pada Buku II Bab XIV tentang Kejahatan terhadap
Kesusilaan dan Buku III Bab VI tentang Pelanggaran Kesusilaan. Secara singkat
dan sederhana, delik kesusilaan adalah delik yang berhubungan dengan (masalah)
kesusilaan.[2]
Seperti
yang kita ketahui bahwa sebenarnya di Indonesia telah di sahkan undang-undnag
mengenai pornografi. Meskipun banyak masyarakat yang belum mengetahui
undang-undang tersebut pemerintah tetap mengangap bahwa masyarakat Indonesia
memahami dan mengetahui hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan akan
memberikan sanksi apabila ada yang melanggar.
Undang-undang
yang mengatur pornografi adalah UU no 44 tahun 2008 tentang ketentuan umum
pornografi pada pasal 1, ayat 1 yaitu pornografi adalah seksualitas yang dibuat
oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, geraktubuh, atau
bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di
muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar
nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.[3]
Dalam
undang-undang dijelaskan bahwa pornografi dalam bentuk apapun baik gambar,
tulisan dalam media apapun yang mempu merangsang gairah seksual maka dianggap
melanggar undang-undang yang telah ditetapkan tersebut. Artinya, sebuah media
yang sebagai jembatan informasi masyarakat seharusnya menyaring
informasi-informasi sehingga tidak memunculkan unsur-unsur pornografi karena
telah dilarang. Selain karena dicetuskannya undang-undang pornografi di Indonesia,
media massa hendaknya menyaring informasi yang layak dibaca masyarakat atau
tidak, sehingga informasi yang diterima masyarakat lebih berguna dan tidak
hanya menimbulkan hasrat seksual bagi pembaca semata.
Tetapi
ternyata 5 tahun setelah keluarnya undang-undang ini, pornografi tetap marak
dimana-mana. Internet yang seolah-olah sudah menjadi rumah untuk
menyebarluaskan pornografi tidak mampu ditangani sampai sekarang. Bahkan ada
media massa yang terang-terangan menerbitkan majalah dewasa yang melanggar undang-undang
tersebut. Contoh media massa yang melanggar undang-undang ini adalah majalah
FHM (for him magazine). Lebih-lebih
majalah ini terjual bebas dan sangat mudah ditemukan di pasaran meskipun
segmentasi majalah ini sendiri berumur 21 +. FHM merupakan majalah yang berasal
dari Britania raya yang berisi artis dengan pose seksi dan telanjang. Tidak
hanya majalah FHM dan internet, banyak media-media lain yang dengan sengaja
menyebarluaskan gambar maupun tulisan yang melanggar undang-undang pornografi
ini. Media tetap mengangkat pornografi dan terjual bebas dipasar terjadi karena
ada beberapa faktor.
Bila
dikaitkan dengan wilayah komunikasi, khususnya industri media massa, berupa
surat kabar, televisi, buku, video, film, dan seterusnya. Produk-produk ini
menjadi sumber daya (resource) untuk didistribusikan ke publik dan
dikonsumsi. Rangkaian pola produksi, distribusi, dan konsumsi dalam industri
media massa melibatkan relasi pihak jurnalis, organisasi media, pemilik modal
atau kapitalis dan negara atau tepatnya pemerintah.[4]
Menyoroti konsumsi publik, artinya disini media berusaha memberikan apa yang
diinginkan oleh konsumennya. Melihat banyaknya pornografi di media termasuk
internet berarti konsumsi masyarakat terhadap pornografipun juga tinggi. Seiring
dengan keinginan masyarakat media memenuhi hal tersebut. Pada era globalisasi saat ini, imperialisme media meliputi dimensi
ekonomi, ideologi, politik dan kultural. Disini media menjadi ajang bagi para
produser isi media untuk menggunakan komodifikasi nilai-nilai yang layak
diperjualbelikan dalam pasar yang kompetitif.
Padahal
seharusnya media massa mengerti bahwa pornografi telah dilarang di Indonesia
melalui UU tersebut diatas. Tapi faktanya berbanding terbalik. Pada dasarnya
teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok
manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil
sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan
pertarungan idea, kepentingan atau ideologi kelas tertentu. Pada titik
tertentu, pada diri teks media sudah bersifat ideologis.[5]
Selain
keuntungan secara material melalui penjualan medianya, pihak kapitalispun ikut
menikmati keuntungan material karena produknya yang ada dalam media tersebut
akan turut dikonsumsi. Sehingga, bukan hanya pornografi yang dikonsumsi oleh
masyarakat tetapi juga ideology mereka dikonstruk secara tidak sadar oleh
media.
Melihat
adanya fenomena seperti ini yakni maraknya pornografi setelah keluarnya
undang-undang membuktikan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan baik
oleh pemerintah maupun masyarakat karena pornografi akan menghancurkan moral
bangsa. Pertama, tidak mampunya pemerintah mengatasi pornografi di internet
karena cyberporn bukan lagi diakses
oleh individu tetapi telah terjaring komunitas didalamnya. Dimana komunitas
masyarakat tanpa batas tersebut akan menimbulkan masalah yuridis.[6]
Kedua, masalah majalah FHM dan majalah lain yang sejenis dengan majalah FHM
mendapatkan lisensi dari luar negeri karena memang merupakan majalah luar
negeri. Ketiga, tidak pahamnya masyarakat terhadap undang-undang yang telah
ditetapkan oleh pemerintah sehingga masyarakat tidak menaatinya.
Cyberporn memang menjadi masalah
karena aparat tidak lagi berurusan dengan senjata untuk menangani kasus seperti
ini, melainkan ketrampilan dalam bidang IT. Yang paling penting disini adalah poin
ketiga dimana banyaknya masyarakat yang tidak paham terhadap undang-undang yang
telah ditetapkan pemerintah. Meskipun pemerintah mengaggap semua masyarakat
paham hukum dan berhak menghukum pihak-pihak yang melanggar peraturan,
sosialisasi tentang undang-undang yang baru saja ditetapkan sangat penting bagi
masyarakat.
Penegakan
hukum akan terlaksana apabila setiap anggota masyarakat mengetahui apa hak yang
diberikan hukum atau undang-undang kepadanya, serta apa kewajiban yang
dibebankan hukum kepada dirinya. Apabila setiap orang telah menghayati hak dan
kewajiban yang ditentukan hukum kepada mereka, masing-masing akan berdiri di
atas hak yang diberikan hukum tersebut, serta sekaligus mentaati setiap
kewajiban yang dibebankan hukum kepada mereka.[7]
Artinya bahwa
sampai saat ini masyarakat tetap mengakses, menyebarkan dan membuat situs-situs
pornografi di internet karena memang ada hal-hal yang dilupakan oleh aparat
dalam hal menyadarkan masyarakatnya terutama media massa yang
menyebarluaskannya. Pemahaman mengenai undang-undang ini perlu disampaikan
kepada mayarakat luas. Sehingga bukan media yang menyuguhkan keinginan
masyarakat dan membentuk masyarakatnya tetapi masyarakat menyadari bahwa
masyarakat memiliki hak-haknya.
Kesimpulan
Pornografi di Indonesia tetap marak baik
di internet maupun media masa meskipun telah ada undang-undang yang melarang
adanya pornografi. Dua hal yang penulis lihat sebagai sebab utama adanya
fenomena ini. Yang pertama adalah media massa sebagai penyebar informasi
memiliki kepentingan terutama kepentingan material yang kemudian menjadikan
pornografi sebagai konsumsi bagi masyarakat karena masyarakat menginginkannya.
Kedua adalah lalinya aparat dalam mensosialisasikan aturan yang baru dibuat
kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak memahami hak-hak yang seharusnya
didapatkan apabila undang-undang tersebut disahkan.
Ditulis oleh Nima Hyandsome
Daftar
Pustaka
Haryadi,
D. (2007). Kebijakan Formulasi Hukum
Pidana terhadap Penanggulangan Cyberporn dalam Rangka Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia. (Magister
tesis, Universitas Diponegoro, 2007). Diakses dari http://www.academia.edu/914248/KEBIJAKAN_FORMULASI_HUKUM_PIDANA_TERHADAP_PENANGGULANGAN_CYBERPORN_DALAM_RANGKA_PEMBAHARUAN_HUKUM_PIDANA_DI_INDONESIA
pada 20 Juni 2013
Littlejohn, S. (2002). Theories of Human
Communication. California: Wadsworth Publishing Company.
Harahap, M.Y. (2006). Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar
Grafika.
Putriyanti, A. (2009, April-Juni 1). Yuridiksi di Internet
/ Cyberspace. Media Hukum, pp. 1-16.
Rahayu, N. I. (2011). Pornografi dalam Media Cetak
(Studi Analisis Isi Headline pada majalah FHM Periode Januari-Juni 2010
sesuai dengan Undang Undang Pornografi). Surabaya: UPN Veteran.
Vera, N. (2007). Ekonomi Politik Regulasi Media (RUU
Anti Pornografi dan Pornoaksi). Jakarta: Universitas Budi Luhur.
[1] Dwi Haryadi, 2007, Kebijakan
Formulasi Hukum Pidana terhadap Penanggulangan Cyberporn dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Tesis
Undip, Semarang, hlm 28.
[2] Ibid, hlm 14.
[3] Novi Ika Rahayu, 2011, Pornografi
dalam Media Cetak (Studi Analisis Isi Headline pada Majalah FHM Periode
Januari-Juni 2010 sesuai dengan Undang-undang Pornografi), Skripsi UPN Veteran,
Surabaya, hlm 8.
[4] Nawiroh Vera, 2007, Ekonomi Politik Regulasi Media (RUU Anti
Pornografi dan Pornoaksi), Jurnal Universitas Budi Luhur, hlm 23.
[5] Stephen Littlejohn, 2002, Theories of Human Communication,
Wadsworth publishing company, California, hlm 217.
[6] Ayu Putriyanti, 2009, Yuridiksi
di Internet / Cyberspace, Media
Hukum, Semarang, hlm 3.
[7] M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan,
Sinar Grafika, Jakarta, hlm 59.
Wedeh. Pake dapus segala. ckck. good!
BalasHapusTugas kuliah lah ini. yakin. wahahah.
BalasHapusWah bagus banget mbak makalah nya. Salut :)
BalasHapusmas Alfa: Mas plis....jangan dipublish disini kalo ini tugas kuliah >.<
BalasHapusWahyu Eka :Makasih :3
Pemerintah sudah berusaha untuk blokir situs situs parno... tapi ternyata masih banyak situs parno yang dapat di akses dengan bebas, situs parno itu, mati satu tumbuh seribu.. jalan satu satunya internet dimusnahkan atau ditiadakan di indonesia... ? bisa gak hidup tanpa internet ??? heheh -_- parnografi memang bisnis kotor yang menjanjikan,......... halah wkwk
BalasHapusKalo kata guru PPKN gue waktu SMP.
BalasHapus"kembali ke pribadi masing-masing...."
Tsaaaah.... *kibas bulu jenggot*
Internet memang punya dampak positif dan negatif termasuk pornografi
BalasHapus